1.
Pengantar
Refleksi teologis merupakan tujuan dan puncak dari
seluruh studi Kitab Suci.[1] Dalam bagian refleksi teologis,
seorang penafsir mencari pendalaman tentang kebenaran (-kebenaran)
iman yang terkandung dalam teks yang mau disampaikan oleh pengarang teks tersebut. Untuk memahami
lebih lanjut pesan teks Kejadian
38:12-26 ini, maka pada bab ini kami akan memaparkan refleksi
teologisnya dalam empat pembahasan, yakni mencari makna teks dalam konteks
Perjanjian Lama, konteks Perjanjian
Baru, konteks penggunaan liturgis dan konteks relevansi Gereja saat ini.
2. Rangkuman Teks Kejadian 38:12-26
Teks ini mengisahkan penindasan Tamar
oleh Yehuda dan perjuangan Tamar untuk mendapatkan hak atas kawin ipar (levirat)
dan hak ahli waris. Tamar melihat bahwa Syela sudah besar, namun Yehuda belum
juga memberi dia hak menjadi istri Syela. Perbuatan Yehuda ini menciptakan
ketidakadilan bagi Tamar. Dia pun bertindak untuk memperoleh haknya. Ketika
didengarkannya bahwa Yehuda sedang ada di jalan ke Timna, dia menyamar menjadi
seorang perempuan sundal. Apa yang direncanakannya pun terjadi. Yehuda melihat
dia dan menyangkanya perempuan sundal lalu menghampirinya dengan upah seekor
anak kambing yang akan dia bayar kemudian dengan tanggungan cap meterai, kalung
dan tongkatnya. Tamar pun mengandung dan pergi. Yehuda tidak dapat membayar
upah itu dan membiarkan tanggungan itu. Setelah tiga bulan, Yehuda mendengar
bahwa Tamar mengandung dari persundalan dan dia langsung menjatuhkan hukuman
mati kepada Tamar. Pada saat genting itu, Tamar menyuruh orang agar menyerahkan
cap meterai, kalung serta tongkat itu kepada Yehuda dengan pesan bahwa dari
orang yang mempunyai barang-barang itulah ia mengandung. Yehuda pun memeriksanya
dan seketika itu juga dia baru sadar bahwa ialah bapa anak itu. Hukuman mati
yang menantinya membuat Yehuda mengakui kesalahannya dan membenarkan Tamar.
Tamar pun bebas dari hukumannya dan mendapatkan hak-haknya.
3. Pokok Teologis Kejadian 38:12-26
Ada banyak persoalan yang muncul dari
cerita ini. Setelah Yehuda dan kesepuluh saudara-saudaranya berhasil menjual
Yusuf karena kecemburan, mereka dihadapkan
dengan persoalan-persoalan baru. Kematian kedua anaknya, Er dan Onan, membuat
Yehuda cemas jangan-jangan putra bungsunya Syela akan mati bila kawin dengan
Tamar. Dia pun melanggar hukum kawin ipar (levirat) (bdk. Ul 25:5-10) dengan
berusaha menjauhkan Tamar dari Syela. Tamar pun tetap menjanda dan menjadi korban
ketidakadilan Yehuda. Tamar terpaksa bertindak dengan caranya sendiri untuk
melepaskan penderitaanya dan untuk menuntut haknya. Sebenarnya bila dilihat
dalam kesatuannya dengan kisah tentang Yusuf, cerita tentang Yehuda dan Tamar ini
nampaknya mengganggu. Apa yang mau dikatakan teks ini? Mengapa soal cerita
Yehuda dengan Tamar ini dikatakan? Apa latar balakang cerita ini?
Salah satu persoalan pokok dari teks Kejadian 38:12-26
ini adalah ketidakadilan dan penindasan atas orang lemah serta perjuangan mereka
untuk mendapatkan hak. Ketidakadilan dan penindasan atas hak kerap kali membuat
si korban menderita dan harus bertindak untuk mendapatkan haknya dengan cara
apapun. Berkaitan dengan masalah ini, teks yang sejajar adalah Rut 1- 4 serta
Yudit 8 -16. Orang yang menjadi korban pada umumnya adalah mereka yang lemah
seperti orang miskin, orang asing, janda dan yatim piatu (bdk. Kel 22: 21-23).
Dalam Kejadian 38:1-30, Tamar mengalami penindasan dari Yehuda, bapa mertuanya
ketika dia disuruh untuk tinggal di
rumah ayahnya sebagai janda (ay 11) dan ketika Yehuda mendengar kabar
bahwa ia hamil dari persundalan, Yehuda langsung menjatuhkan hukuman bakar/mati
tanpa memeriksa lebih dahulu kebenaran kabar itu (ay 24). Penindasan yang
diderita oleh Tamar ini adalah berkaitan dengan hak atas kawin ipar (levirat) dengan
Syela dan hak atas ahli waris. Sejajar dengan itu, Rut secara tidak langsung mengalami
penindasan dari Naomi. Naomi yang mengalami krisis iman kepada TUHAN membuat
dia kehilangan harapan untuk menjamin masa depan kedua menantunya sehingga dia
menyuruh mereka pulang ke rumah ayah mereka sebagai seorang janda. Rut harus
berjuang sebagai seorang menantu untuk memperoleh belaskasih dari Naomi agar
dia tidak dipulangkan ke rumah ayahnya sebagai janda melainkan dibawa ke
Betlehem tempat asal Naomi (bdk.Rut 1:8-18). Dia pun harus berjuang untuk menerima
omongan orang terhadap Naomi (Rut 1:19) dan untuk hidup di Betlehem sebagai
orang asing. Ini bukanlah suatu hal yang mudah apalagi bagi seorang janda.
Kisah Yudit juga menggambarkan hal yang serupa. Yudit adalah seorang janda yang
dipakai oleh TUHAN untuk membebaskan orang Israel dari penindasan dan serangan
orang-orang Asyur di bawah pimpinan Holofernes, panglima besar bala tentara
Asyur. Penderitaan yang dialaminya bersama orang Israel memaksa dia untuk
bertindak. Tantangan pertama yang harus dihadapinya datang dari orang Israel
sendiri yang mengalami krisis iman akan kebaikan dan kesetiaan Allah. Setelah
dia berhasil membangkitkan iman mereka, Yudit maju bersama dayangnya dan pergi
ke kemah Holofernes. Dia pun berhasil membunuh Holofernes dengan caranya
sendiri (bdk. Yudit 13:1-9).
Penindasan atas hak sering kali
terjadi karena perbedaan kepentingan antara yang menindas dan mereka yang
tertindas. Dalam Kejadian 38:12-26, Yehuda memiliki kepentingan untuk menjaga
garis keturunannya melalui anaknya Syela karena dia cemas jangan-jangan anaknya
Syela mati seperti kedua kakaknya. (bdk. ay 11). Rut memiliki perbedaan
kepentingan dengan Naomi (Rut 1:1-22). Naomi seolah-olah demi kebaikan kedua
menantunya meminta agar mereka pulang ke kaum mereka masing-masing. Dan Rut demi
kasihnya kepada mertuanya ingin agar dia tetap ikut bersama dengan Naomi ke
Betlehem. Demikian juga yang terjadi antara orang-orang Asyur khususnya Nebukadnezar,
raja mereka dengan orang-orang Israel. Raja Nebukadnezar ingin menghukum
seluruh muka bumi (bdk. Yudit 2:1) karena semua penduduk bumi tidak patuh pada
titahnya (bdk. Yudit 1:11). Sedangkan orang Israel ingin agar mereka hidup
dengan penuh damai dan itu adalah hak mereka.
Selain itu mereka yang tertindas
pertama-tama tahu sungguh apa yang menjadi hak mereka walau mereka berada
dipihak yang lemah, dan seakan-akan tidak berdaya. Tamar sungguh tahu bahwa dia
memiliki hak kawin ipar (levirat) dengan Syela dan sebagai pemilik hak dia
punya “kuasa” untuk mendapatkan itu. Demikian juga dengan Rut dan Yudit. Rut
memiliki hak untuk mendapatkan jaminan masa depan dan penebusan sebagai orang asing di Betlehem
(Rut 3:9). Dan Yudit memiliki hak untuk tinggal dalam rasa aman dan tenteram
bersama orang sebangsanya.
Dari penjelasan di atas terdapat
kesamaan yang menunjukkan bahwa orang yang ditindas itu adalah orang yang lemah
dan seakan-akan tidak berdaya (mis. Janda). Selain itu mereka ternyata memiliki
keberanian untuk bisa melepaskan diri dari penderitaan mereka. Dan jelaslah
bahwa “orang lemah selalu meresahkan
keadilan dan kesetaraan sedangkan orang kuat tidak menghiraukan semua itu”
(Aristoteles). Bagi mereka status sebagai janda tidak menjadi penghalang. Untuk menjaga “kehormatannya” mereka tidak
pasif dengan membiarkan keadaannya dalam tangan laki-laki dan berani mengambil
resiko mempertahankan harga dirinya[2] Keberanian
mereka nampak jelas dari resiko yang dapat menimpa mereka. Tamar dengan cara
menyamar sebagai perempuan sundal dan mau dihampiri Yehuda, bapa mertuanya,
memiliki resiko mendapatkan hukuman bakar sesuai dengan hukum Musa (bdk.Im
20:14, dan 21:9). Rut seorang janda asal Moab tahu resiko bila ia pergi ke
penggirikan dan tidur di sebelah kaki Boas (Rut 3:7;14). Yudit yang adalah juga
seorang janda berani pergi ke kemah Holofernes yang ingin menghancurkan bangsa
Israel.
Selain itu, tindakan mereka ternyata memiliki dampak
sosial yang dapat memberi kesadaran bagi orang lain khususnya yang menindas
mereka. Tindakan Tamar yang sungguh berani itu telah membuat Yehuda mengakui
kesalahannya (bdk. ay 26). Juga Rut yang karena keberhasilannya, Naomi yang
awalnya mengalami krisis iman ketika dia menyatakan bahwa tangan TUHAN telah teracung
atasnya dapat kembali pada iman yang benar (bdk Rut 4: 14-16). Demikian juga
Yudit sang pahlawan bangsa Israel itu. Kemenangan yang dibawa mampu mengangkat
kembali iman bangsa Israel dan mereka serempak memuji TUHAN (bdk. Yudit 13:17)
Perbedaan mencolok atas tiga teks ini adalah mengenai
peranan TUHAN secara langsung dalam perjuangan mereka. Kisah perjuangan Tamar
dalam Kejadian 38:12-26 kurang menampakkan bagaimana karya TUHAN atas dirinya. “TUHAN seolah-olah tidak berperan”.
Berbeda dengan itu, Rut mendapatkan berkat TUHAN melalui Naomi dan Boas. Dan
walaupun dia orang Moab dia sungguh-sungguh percaya akan kuasa TUHAN atas
dirinya (bdk. Rut 1:16-17). Dan peranan TUHAN sungguh nyata bagi hamba-Nya yang
beriman. Rut dalam kisah itu percaya kepada TUHAN dan senantiasa menyertakan TUHAN
dalam hidupnya. Demikian juga Yudit si janda yang saleh itu dalam Yudit 8-16.
Sejak awal telah digambarkan bahwa ia adalah seorang janda yang saleh dan
sering berpuasa. Dan ketika berhadapan dengan para imam, dia justru yang
meneguhkan iman seluruh penduduk akan kesetiaan dan kebaikan TUHAN atas bangsa
Israel. Pada bab 9 dalam doanya digambarkan secara jelas betapa dalamnya
kepercayan Yudit pada TUHAN yang akan menolong dia menghadapi orang-orang Asyur
itu. Apa artinya perbedaan itu? Sungguhkah
TUHAN tidak berperan dalam perjuangan Tamar si janda dari Kanaan itu dan
membiarkan dia berjuang sendiri untuk mendapatkan haknya? Apakah karena Tamar
melakukan tindakan immoral sehingga tidak diperhatikan TUHAN?
Suatu hal yang pasti adalah bahwa TUHAN mempunyai
rencana atas ketiga korban ketidakadilan dan penindasan itu. Dalam Kejadian
38:12-26 memang tidak diungkapkan secara jelas peran TUHAN seperti yang
terdapat dalam kisah Rut dan Yudit. Namun TUHAN tetap memdampingi orang yang
haknya dirampas agar orang itu dapat memperoleh haknya. Tamar pada akhirnya
mendapatkan haknya dan dibenarkan oleh Yehuda secara yuridis dan bahkan mampu
membuat Yehuda menyadari kesalahannya sendiri atas Tamar. TUHAN jelas berkarya
dalam diri Tamar. Persetubuhannya dengan Yehuda membuat dia mengandung (ay.18)
lalu dia pun dapat melahirkan anak kembar yang dinamai Perez dan Zerah (ay. 27-30). Bukankah
ini adalah karya TUHAN seperti yang dialami oleh Hawa ketika melahirkan Kain
(bdk. Kej 4:1) dan oleh Sarai ketika melahirkan Ishak (bdk. Kej 21:2)? TUHAN punya cara tersendiri dalam menyertai
umatnya. Dalam diri Tamar, TUHAN berkarya secara tersembunyi. Akan tetapi
apakah TUHAN membenarkan perbuatan Tamar yang menyamar sebagai perempuan sundal
agar mendapatkan haknya? Jelas bahwa TUHAN tidak pernah membenarkan hal itu. Karena
hukum datang kemudian setelah perbuatan maka harus dilihat bahwa yang menjadi
fokus dalam perbuatan Tamar adalah perjuangan dia untuk mendapatkan haknya. Dan
mungkin setelah kisah ini TUHAN hendak menegaskan bahwa praktek persundalan
adalah dosa dan pantas mendapatkan hukuman berat. Aturan ini secara jelas
digandengkan dengan Kudusnya Perkawinan (Im 18:1-30) dan Kudusnya umat TUHAN
(Im 20: 1-27). Lebih dari itu, karya TUHAN
dalam dan melalui diri Tamar ternyata tidak main-main. Melalui perjuangannya
untuk memperoleh hak, TUHAN sedang merencanakan suatu karya yang sangat besar
menyangkut seluruh umat Israel. Anak yang dikandungnya itu ternyata menjadi
bapa leluhur raja Daud dan menjadi cara TUHAN menggenapi nubuat Yakub tentang
Yehuda dan keturuanannya yang akan menjadi raja (bdk Kej 49:10). Rencana TUHAN
juga terjadi dalam diri Rut yaitu bahwa ia kemudian melahirkan anak bagi Boas
yang menjadi leluhur Daud. Akan tetapi Rut mendapatkan haknya dengan cara yang baik
yaitu menjadi istri Boas. Bagaimana dengan Yudit? Dalam perjuangannya TUHAN
selalu dibawanya serta. Dia sungguh yakin akan janji dan kebaikan TUHAN atas
bangsa Israel pilihan-Nya. Dan TUHAN memberkati dia ketika menghadapi
Holofernes.
Dari uraian di atas kita dapat mengambil pesan
teologis dari Kejadian 38:12-26. Penindasan atas hak-hak orang lemah sangat
sering terjadi baik dalam lingkup kecil maupun dalam lingkup besar seperti
penindasan atas suatu bangsa. TUHAN membenci penindasan dan tidak akan pernah
membenarkannya. Terkadang kita sukar melihat adanya kemungkinan untuk menang
atas suatu perkara bagi seorang yang lemah dan tidak berdaya apalagi ketika
menghadapi pihak yang sangat kuat. Namun apakah itu tidak mungkin bagi TUHAN? Dia tidak akan tinggal diam melihat
penderitaan umat-Nya yang berseru-seru kepada-Nya minta pertolongan “Jika engkau memang menindas mereka ini, tentulah Aku akan mendengarkan
seruan mereka, jika mereka berseru-seru kepada-Ku dengan nyaring
(bdk. Kel 22:23). TUHAN selalu memperhatikan orang lemah tak berdaya karena penindasan dan
“…membela hak anak yatim dan janda dan
menunjukkan kasih-Nya kepada orang asing dengan memberikan kepadanya makanan
dan pakaian” (bdk. Ul 10:18). Dan bahkan barang siapa menindas orang yang lemah ia menghina Penciptanya, tetapi barang siapa
menaruh belas kasihan kepada orang miskin ia memuliakan Dia (bdk. Amsal 14:31). Oleh karena itu, TUHAN tidak berkenan pada
penindasan, tetapi membela orang yang ditindas dan yang hak-haknya dirampas.
4.
Fungsi dan Hubungan Teks Kejadian
38:12-26 dengan Cerita Lain tentang
Yehuda dan Tamar
Seperti yang kami utarakan di atas, cerita tentang
Yehuda dan Tamar ini berada dalam kisah tentang Yusuf yaitu setelah Yusuf
berhasil dijual oleh Yehuda dan kesepuluh saudaranya. Dalam kontek ini,
nampaknya cerita tentang Yehuda dan Tamar ini berhenti di sini. Pada bab
selanjutnya, yang menjadi fokus cerita kembali tentang Yusuf yang berada di
rumah Potifar (Kej 39:1-27) sebagai lanjutan dari cerita tentang penjualannya
ke tanah Mesir (Kej 37:12-36). Yehuda dalam bagian selanjutnya masih dikisahkan
namun tetap dalam kaitannya dengan kisah Yusuf. Sedangkan Tamar tidak lagi
dikisahkan.
Dari keterangan di atas, fungsi teks Kejadian 38:12-26
adalah untuk mengisahkan tentang Yehuda dan keturunannya sebagai salah satu
tokoh penting dalam sejarah Israel. Penindasan dan perjuangan untuk memperoleh
hak merupakan tema pokok dari cerita ini. Mengapa pesan ini disampaikan? Nampaknya
tema ini yang menjadi penghubung antara cerita ini dengan cerita berikutnya. Peristiwa penjualan Yusuf yang merupakan ide
dari Yehuda sendiri menjadikannya menjadi orang asing di Mesir dan sangat
mungkin untuk mengalami penindasan. Yehuda sendiri dikisahkan pergi meninggalkan
saudara-saudaranya dan menumpang kepada Hira (bdk. Kej 38:1) dan keadaanya sama
seperti Yusuf yaitu menjadi orang asing. Namun nasib mereka berikutnya sungguh berbeda.
Yehuda tidak mengalami penindasan malah menjadi orang terpandang serta kaya.
Selain itu dia melanggar hukum Musa dan menindas menantunya Tamar. Sedangkan
Yusuf mengalami penindasan dari istri Potifar dia karena tidak mau menerima
tawaran istri Potifar untuk bersetubuh dengannya demi kesetiaannya pada Allah
dengan menaati hukum Musa (bdk. Kej 39:9).
Menarik bahwa dari antara keduabelas anak Yakub,
Yehuda mendapat sorotan lebih besar selain Yusuf. Dalam kitab Kejadian, Yehuda
dikisahkan secara khusus bersama dengan keluarganya. Apa artinya hal itu?
Apakah yang mau dikatakan tentang Yehuda dan keluarganya? Yehuda sejak awal
telah dinubuatkan oleh Yakub, ayahnya sendiri bahwa “Tongkat kerajaan tidak akan beranjak dari Yehuda ataupun lambang
pemerintahan dari antara kakinya, sampai dia datang yang berhak atasnya, maka
kepadanya akan takluk bangsa-bangsa” (Kej 39:10). Nubuat ini nampaknya
telah dimulai sejak Tamar mengandung anak Yehuda. Perez yang dilahirkan Tamar
bagi Yehuda disebut kembali dalam kitab Rut dalam sebuah genealogi hingga
lahirnya Daud (bdk. Rut 4:18-22). Kelahiran Daud menjadi penggenapan nubuat
Yakub. Dan bagi orang Israel sejarah Raja Daud ini sangat penting. Jadi boleh
disimpulkan bahwa kisah Yehuda dan keluarganya menjadi penting karena berkaitan
dengan sejarah kerajaan bangsa Israel.
5.
Tafsiran Perjanjian Baru atas Teks
Kejadian 38:12-26
Perjanjian Baru menafsirkan Yehuda dan Tamar dalam
sebuah genealogi tentang silsilah Yesus Kristus. Yehuda disebutkan sebagai
salah satu leluhur Yesus Kristus setelah Abraham, Ishak dan Yakub (bdk. Matius
1:1-17). Menarik bahwa keluarga Yehuda cukup lengkap disebut dalam silsilah ini
“Yehuda memperanakkan Peres dan Zerah
dari Tamar, Peres memperanakkan Hezron,..(ay 3a). Menyantumkan nama wanita
dalam silsilah adalah suatu hal yang tidak lazim dalam tradisi Yahudi. Jadi
kalau Matius mencantumkannya pasti ada maksud yang istimewa. Terbatasnya
penyebutan nama perempuan dalam genealogi ini nampaknya juga memberikan
keistimewaan terhadap tokoh-tokoh perempuan dalam silsilah Yesus Kristus itu. Mereka
adalah Tamar, Rahab, Rut, istri Uria (Bersyeba), dan Maria sendiri. Sangat
sulit menarik kesamaan dari kelima tokoh ini karena empat tokoh pertama berbeda
dari Maria. Namun mengapa empat tokoh pertama ini dimasukkan. Bukankan mereka
termasuk perempuan yang telah melakukan perjinahan? Nampaknya Matius ingin menekankan bahwa rencana keselamatan melalui
Yesus Kristus adalah karya Allah sendiri bukan karya manusia. Mengapa mereka
dipilih oleh Allah, itu hak absolut Allah.
Dari penjelasan di atas maka jelaslah bahwa oleh
Matius, Tamar dianggap sebagai perempuan yang istimewa. Dia berani berjuang
untuk memperoleh haknya walau harus mengorbankan reputasi dan harga dirinya.
Namun, ternyata melalui keberanian
itulah Allah berkarya dalam dirinya. Dan semuanya itu mendapatkan pemenuhan
dalam diri Yesus Kristus. Yehuda dan Perez anaknya menjadi bapa leluhur Daud
dan Yesus Kristus.
Berkaitan dengan penindasan terhadap mereka yang
lemah, Perjanjian Baru juga menegaskan bahwa adillah bagi Allah untuk
membalaskan penindasan kepada orang yang
menindas orang lemah (bdk. I Tes 11:6).
Dan membebaskan orang yang tertindas masuk dalam daftar misi Yesus seperti yang
dicacat oleh St. Lukas, “untuk
memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi
orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk
memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang"( 4:19)
6.
Pesan Teks berkaitan dengan Gereja
dan Masyarakat Dewasa ini.
Munculnya
perbedaan kepentingan kerap kali menimbulkan penindasan apa lagi kalau yang
muncul adalah perbedaan kepentingan antara penguasa dan rakyat biasa. Ketenangan
hidup para penguasa sering terganggu karena mereka yang lemah sehingga mereka sering menyelesaikannya dengan cara
yang singkat, melakukan penindasan. Dalam berbagai lapisan masyarakat dan juga
di dalam Gereja sendiri, masalah ini
sering terjadi.
Kebenaran
atas peristiwa meninggalnya Munir sampai sekarang belum juga terungkap. Munir
sang pahlawan orang yang hilang di masa rezim Suharto itu, meninggal secara
tragis dan dramatis dalam sebuah perjalanan ke Amsterdam, Belanda. Sang istri,
Suciwati bersama aktivis HAM harus terus berjuang menuntut pemerintah agar
mengungkap kasus pembunuhan ini. Perbedaan kepentingan antara Munir dan
penguasa saat itu mengenai kasus orang hilang membuat Munir menjadi korban
penindasan. Suciwati juga mengalami penindasan ini ketika dia berusaha menuntut
hak mendapatkan keadilan atas kematian suaminya kepada pemerintah. Apakah dia
berhasil dalam perjuangannya itu? Apakah TUHAN sungguh berkarya dalam
perjuangan itu?
Peristiwa
penindasan lain yang masih hangat di telinga kita adalah kasus Bibit-Chandra,
dua orang staf tidak aktif KPK yang ditahan dengan tuduhan yang tidak jelas
sama sekali. Hak mereka ditindas ketika mereka dipenjarakan dengan tuduhan yang
direkayasa dan tanpa berbuat salah. Ini sungguh suatu rekayasa para penguasa
hukum negara ini. Penindasan ini memaksa mereka untuk memperjuangkan hak
mereka. Sungguh suatu hal yang memilukan bagaimana para penguasa memanipulasi hukum
negara demi kepentingan mereka. Apakah ini sama dengan Yehuda yang melanggar
hukum Musa demi kepentingan dia?
Peristiwa
penggusuran juga terjadi dalam peristiwa yang manjadi biasa di berbagai negara.
Dikabarkan bahwa pada Rabu, 11 November 2009 sedikitnya 40 aktivis perempuan
dari beberapa negara di Asia bertemu untuk melawan penggusuran yang terjadi di
negara masing-masing. Tidak dapat disangkal lagi, peristiwa ini sungguh adalah
suatu penindasan dan akhirnya mengorbankan mereka yang lemah demi keuntungan
penguasa.
Bagaiman
dengan Gereja? Di beberapa daerah, Gereja paroki sering gagal untuk mendirikan
gereja sebagai tempat yang layak untuk beribadat. Dalam undang-undang negara
hal ini sudah jelas tercantum bahwa setiap agama berhak untuk memiliki tempat
ibadat yang layak. Akan tetapi, karena status minoritas Gereja, gereja tidak
dapat didirikan karena alasan yang tidak dapat diterima akal. Gereja ternyata
mengalami penindasan yang sangat.
Sebagai
seorang gembala, tanpa disadari para imam pernah juga bertindak sebagai Yehuda
dalam kisah ini. Kadang seorang imam “memilih-milih” untuk memberikan pelayanan
kepada umatnya. Sering terjadi bahwa ketika ada umat yang berada pada golongan
ekonomi lemah meminta agar dilayani, seorang Imam agak lama untuk mengabulkannya.
Namun ketika yang meminta adalah orang kaya, Imam yang sama langsung cepat
mengabulkan. Bukankah ini adalah suatu ketidakadilan dan penindasan?
Persoalan
sekarang adalah, bagaimana bentuk perlindungan TUHAN kepada mereka yang menjadi
korban penindasan itu? Apa TUHAN membela dan melindungi hak mereka? Dapatkah
orang yang tertidas itu menyadarkan mereka yang menindas akan apa yang mereka
lakukan? Persoalan ini tidak dapat dijawab dengan pasti. Hanya iman yang
menjadi harapan dalam ketidakpastian itu. TUHAN pasti memiliki rencana atas
mereka yang menjadi korban penindasan asal mereka sungguh-sungguh setia berseru
kepada-Nya. Bagaimana TUHAN berperan dalam setiap peristiwa itu, hanya Dia yang
tahu. Dia kadang bertindak secara tersembunyi dan bagaimana Dia bertindak itu semua
tergantung pada-Nya.